Demo di BNI Palangkaraya: Warga Protes Partisipasi dalam Pendanaan Perkebunan Kelapa Sawit


PALANGKA RAYA

-Ruang demokrasi di Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali menjadi fokus perhatian yang intens.

Aksi damai yang diselenggarakan oleh TuK INDONESIA bersama Walhi Kalimantan Tengah pada tanggal 24 April 2025 di hadapan kantor BNI Cabang Palangkaraya mengalami pembubaran paksa serta adanya indikasi pengancaman terhadap para pendemo.

Pada sekitar jam 10:15 Waktu Indonesia Bagian Timur (WIB), para demonstran mengibarkan spanduk dan poster yang mengecam partisipasi Bank Negara Indonesia (BNI) dalam memberikan dana kepada perusahaan-perusahaan kelapa sawit raksasa yang turut menyumbang pada kerusakan hutan di Kalimantan Tengah.

Berdasarkan data yang disampaikan, antara tahun 2016 sampai Juni 2024, bank BNI melaporkan penyaluran kredit mencapai USD 11,07 miliar atau setara dengan kurang lebih Rp157,8 triliun untuk para pemilik perkebunan kelapa sawit, di mana hal ini juga diduga memiliki hubungan dengan grup usaha Best Agro yang dimiliki oleh Winarno Tjajadi.

Akan tetapi, tindakan tersebut tidak bertahan lama. Pada sekitar pukul 10.36 WIB, staf keamanan serta pegawai BNI datang kepada kerumunan orang, disusul oleh panggilan petugas kepolisian.

Beberapa menit kemudian, tepatnya pada pukul 10:47 WIB, petugas keamanan memasukkan para pendemo ke dalam kompleks kantor BNI. Tindakan ini dianggap sebagai upaya untuk memberikan tekanan atas hak ekspresi rakyat.

Ironisnya, peristiwa itu terjadi di bawah pengawasan serta hadir secara langsung oleh Ketua dan Wakil Kepala Cabang BNI Palangka Raya, mereka malahan dikatakan memainkan peran aktif dalam usaha pembubaran itu.

Abdul Haris dari Bagian advokasi dan pendidikan publik TuK INDONESIA menyebutkan, selama mediasi yang terjadi kira-kira pada jam 11.00 WIB, perwakilan BNI memberi alasan bahwa tindakan tersebut harus melewati tahap pengajuan izin, argumen ini dikecam kuat oleh para demonstran.

“Berbicara di hadapan publik merupakan hak konstitusi tanpa perlu persetujuan dari perusahaan manapun,” tandasnya, Jumat (25/4/2025).

Pada pertemuan mediasi tersebut, Haris juga menyebutkan hasil dari laporan Banking on Biodiversity Collapse (BoBC) 2024, yang mengidentifikasi BNI sebagai salah satu bank yang mendukung pembiayaan perusahaan-perusahaan eksploitatif yang merusak hutan dan biodiversitas di Indonesia.

“BNI tidak bisa terus berlindung di balik prosedur formal. Pendanaan mereka telah merusak hutan, merampas tanah rakyat, dan bahkan menyebabkan hilangnya nyawa. Menekan aktivis hanya menunjukkan ketakutan mereka terhadap transparansi publik,” katanya.

Ia juga mengutip data Surat Keputusan Kementerian Kehutanan Nomot 36 Tahun 2025, yang mencatat bahwa lebih dari 632 ribu hektare kawasan hutan di Kalteng telah berubah menjadi perkebunan sawit ilegal, dikuasai oleh grup-grup besar seperti Sinar Mas, Wilmar, KLK, Musim Mas, CBI, dan Best Agro.

Sementara itu, Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata menyoroti fakta bahwa sektor perkebunan sawit menjadi penyumbang terbesar konflik agraria di wilayah ini.

“Dari total 349 kasus konflik yang tercatat, lebih dari 80 persen mengaitkan perusahaan kelapa sawit besar dengan masyarakat adat atau setempat, dan sebagian besar masih berlanjut sampai hari ini,” jelasnya.

Bayu pun meminta kepada publik, khususnya para pengguna jasa perbankan, agar menjadi lebih peka dan kritis terhadap janji berkelanjutan dari institusi keuangan yang mereka pilih.

“Masyarakat memiliki hak atas informasi bahwa uang mereka mungkin akan dipergunakan untuk mendukung kegiatan korporat yang ilegal dan merusak lingkungan. Nasabah seharusnya bertindak dengan mengajukan pertanyaan dan mendesak bank seperti BNI melakukan evaluasi ulang tentang pembiayaan kepada perusahaan kelapa sawit yang bermasalah,” tegasnya.

Menurut dia, pencabutan kegiatan unjuk rasa tersebut mencerminkan kemunduran demokrasi di Kalimantan Tengah.

“Apabila ekspresi perdamaian dijawab dengan tekanan, serta institusi finansial lebih mementingkan pemeliharaan reputasi daripada tanggung jawab atas dampak negatif dari dana yang mereka kelola, maka permasalahannya sudah melewati batasan prosedural menuju ranah etis,” demikian katanya.

(zia/ce/ala)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *