Perjalanan Karier Sang Jenderal Tanah Mandar: Kisah Inspiratif Komjen Jusuf Manggabarani
Perjalanan Karier Sang Jenderal Tanah Mandar: Kisah Inspiratif Komjen Jusuf Manggabarani

Perjalanan Karier Sang Jenderal Tanah Mandar: Kisah Inspiratif Komjen Jusuf Manggabarani


TRIBUN-SULBAR.COM

Kepolisian Negara Republik Indonesia sekali lagi merasakan duka karena kepergiaan seorang putra teladan mereka, Komjen. Pol. (Purn.) Jusuf Manggabarani.

Mantan Deputi Kepala Polri tersebut wafat hari ini, Selasa, 20 Mei 2025, di usia 72 tahun.

Jusuf Manggabarani dilahirkan pada tanggal 11 Februari 1953 oleh pasangan Andi Hasan Manggabarani dan Andi Mani Intan.

Almarhum adalah seorang alumni Akademi Militer (Akmil) angkatan 1975 dan terkenal luas sebagai anak asli dari wilayah Sulawesi Barat, khususnya dari Kabupaten Polewali Mandar.

Menurut Wikipedia, selama karirnya di Korps Bhayangkara, Jusuf Manggabarani telah mencatat dedikasi yang luar biasa dan berkelanjutan.

Dia memulai petualangan karier resminya sebagai Pama Komdak XV/Bali pada 1975, lalu menjabat dalam beberapa posisi penting, yang meliputi beragam tugas di Satuan Brigade Mobil (Brimob).


Beberapa posisi utama yang disandangnya meliputi:

Kepala Satuan Brimob Polres Sulawesi Selatan dan Riau (1990)

Kapolwiltabes Ujung Pandang (1997)

Kapolwiltabes Bandung (1998)

Wakapolda Sulsel (1999)

Kakor Brimob Polri (2001)

Kapolda Aceh (2002)

Kapolda Sulsel (2003)

Kadiv Propam Polri (2005)

Irwasum Polri (2007)

Puncak karirnya tercapai saat menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisan Republik Indonesia bersama Jenderal Timur Pradopo, periode jabatan mereka berlangsung mulai 2010 sampai dia memutuskan untuk pensiun di tahun 2011.


Di luar dedikasinya yang besar dalam melaksanakan kewajibannya, Jusuf Manggabarani pun menunjukkan catatan pendidikan yang mengesankan, diantaranya adalah sebagai berikut:

Akabri (1975)

Jurpa Brimob (1975)

PTIK (1984)

Sespim (1987)

Sespati (1999)


Cerita Negatif Komjen. Pol. (Purn.) Jusuf Manggabarani.

Perpisahan Kejadian Kombes. Pol. (Purn.) Jusuf Manggabarani pada tanggal 20 Mei 2025 kemarin menghidupkan kembali kenangan tentang suatu cerita yang mencerminkan kekuatan mental dan filsafat hidupnya.

Suatu peristiwa yang berlangsung 21 tahun lalu, yaitu pada Minggu, 2 Mei 2004, di kediaman Kepala Polisi Sulawesi Selatan di Makassar.

Pada saat tersebut, Jusuf Manggabarani yang baru mencapai usia 51 tahun sebentar lagi dan memegang pangkat inspektur jenderal polisi, sedang menghadapi ujian berat.

Jenderal Dai Bachtiar, yang saat itu berperan sebagai Kapolri, sudah menghapuskan posisinya sebagai Kapolda Sulsel.

Saat-saat sebelum adzan magrib tiba sangat sunyi dan dipenuhi kesedihan.

Meskipun demikian, Jusuf Manggabarani memilih untuk menghadapi keadaan itu dengan penuh kesabaran yang luar biasa.

“Sudah kopi mana? Kopinya harus yang sangat pekat..” teriaknya keras, menghancurkan kebisuan di dalam rumah.

Istri dari AKBP Sumiati mendekati dan berbisik bahwa anak laki-lakanya, Edy Sabara, yang saat itu adalah taruna tingkat dua di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang, selalu menelepon dengan suara tangisan.

Saat telepon dihubungi dan deru tangisan Edy terdengar, Jusief Manggarabani dengan tegas mengucapkan kata-kata,

Hush, hush. Jangan suara. Anak laki-laki tidak boleh menangis.

Jusuf lalu meneruskannya sambil tersenyum,

Ya sudah demikian… Ayah dalam keadaan sehat. Saya pria, anak sayang. Sebagai pria kita perlu kuat, ini adalah resiko dari posisi saya. Resiko menjadi pemimpin.


Filosofi Hidup Sang Jenderal

Di saat tersebut, Jusuf Manggabarani memberikan nasihat abadi kepada anak laki-lakinya:
### Petunjuk:
Mohon diperiksa kembali kalimat atau konteks sebelumnya untuk memastikan bahwa tidak ada bagian lain dari kutipan yang perlu diparaphrase. Kalau sudah sesuai dan aman digunakan seperti ini, silakan lanjutkan dengan paragraf berikutnya.

Nak, dengarkan ini! Pria tersebut hanya menangis sekali dalam hidupnya. Ketika ia lahir. Namun pada waktu itu, semua yang ada di sekitarnya tersenyum penuh kebahagiaan. Ingatlah, sesudah itu, laki-laki tidak akan menangis lagi. Ia menghabiskan hari-hari untuk bertanggung jawab dan meninggal sambil tersenyum. Di saat itu justru mereka yang berada disekitarnya lah yang menangis. Jadi menjadi seperti laki-laki, menangis hanyalah sekali.

Pesan tersebut menggambarkan tingkat kebijaksanaan serta nilai-nilai hidup yang teguh dalam dirinya.

Dia berkeinginan untuk mendidik anak laki-lakinya tentang betapa pentingnya keuletan serta kewajiban saat menyongsong tiap hambatan.

Puisi dan Warisan Ketegaran

Setelah suasana yang menyentuh hati tersebut, Jusuf Manggabarani menjalankan fungsi sebagai imam dalam salat Magrib.

Dia bahkan mengharapkan satu jurnalis dari Tribun yang sedang berada di sana untuk merekam puisi miliknya:

Pada saat saya tidur, saya merasakan keindahan dari kehidupan. Namun setelah bangun, barulah saya mengerti bahwa hidup ini merupakan suatu kewajiban.

Cerita tersebut akhirnya mendominasi halaman pertama Tribun Timur edisi Senin, 3 Mei 2004, dengan berjudul terkenal:

Manggabarani, saya pria muda.

Dua belas tahun setelah itu, di tahun 2016, ketika Edy Sabara sudah menjadi Kepala Unit Jatanras Reskrim Polrestabes Makassar, dia hanya bisa menggeliatkan bibir ke atas mendengarkan lagi cerita tentang “pesan seorang pria hanya menangis sekali” yang disampaikan oleh sang bapak.

Pada hari Selasa tanggal 20 Mei 2025 lalu, ketika berita tentang kepergian mendadak Jusuf Manggabarani disebarkan, Edy Sabara—yang sekarang menjabat sebagai Kapolres Pinrang dengan tingkatan AKBP—terdengar kuat meski sedih melalui sambungan telepon.

Di rumah duka, meskipun bola matanya berkaca-kaca, ia tetap mencoba tegar, melanjutkan warisan ketegaran yang diajarkan sang ayah.

Kisah Jusuf Manggabarani bukan hanya tentang seorang perwira tinggi Polri, melainkan juga tentang seorang ayah yang mengajarkan arti ketegaran dan tanggung jawab,sebuah filosofi hidup yang akan selalu dikenang

.(*)

Share this content:

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *