,
JAKARTA — Setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk meninggalkan kesepakatan global tentang perubahan iklim, beberapa negara mulai bergerak menjauhi komitmennya tersebut.
Sebanyak 17 pemimpin dunia, antara lain Presiden China Xi Jinping, Kepala Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen, dan Presiden Brazil Luiz Inácio Lula da Silva, menghadiri pertemuan tingkat tinggi melalui video konferensi untuk mendiskusikan masalah lingkungan sebelum penyelenggaraan COP30 yang akan digelar di Brasil pada penghujung tahun ini.
Pejabat PBB serta Brazil yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan acara itu enggan mencantumkan Amerika Serikat dalam daftar tamunya. Penarikan kembali AS dari Kesepakatan Paris menjadi kesempatan bagi Tiongkok. Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menegaskan bahwa beberapa kekuatan global cenderung mendukung unilateralisme dan proteksionisme, hal ini berdampak signifikan terhadap sistem dan tatanan dunia saat ini.
“Ini merupakan penampilan internasional pertama Xi tentang perubahan iklim sejak tahun 2021, hal tersebut menunjukkan sinyal kuat akan dukungan Tiongkok terhadap multilateralisme,” demikian disampaikan oleh Direktur China Climate Hub dari Asian Society Policy Institute Li Shuo dikutip.
Bloomberg
, Selasa (28/4/2025).
Direktur Pendiri Satat Sampada Climate Foundation Harjeet Singh mengatakan bahwa kesempatan ini memperlihatkan bagaimana Amerika Serikat mulai terasing dari negara-negara maju yang lain dalam hal kebijakan lingkungan hidup dan energi.
“Menyaksikan AS tidak diikutsertakan dalam dialog iklim tingkat tinggi ini sungguh menunjukkan — ini jelas mencerminkan menurunnya posisi pemerintahan saat ini di panggung dunia terkait aksi iklim,” katanya.
Menurut dia, dengan terus berjalan tanpa dukungan Amerika Serikat, Brasil selaku tuan rumah COP30 menyampaikan pesan tegas bahwa mereka menilai peran Amerika saat ini cukup merugian dan kini sedang aktif mencari kepemimpinan dari Uni Emirat Arab, Tiongkok, India, serta negara-negara lain guna mendapatkan arahan yang diperlukan dalam skema dan pendanaan lingkungan.
Walaupun pertemuan pekan lalu cukup terbatas, tetapi secara teknis Amerika Serikat masih mempunyai posisi di meja diskusi mengenai iklim, sejajar dengan seluruh negara lainnya yang masih berada dalam Perjanjian Paris.
Trump memulai proses penarikan diri dari perjanjian Paris pada bulan Januari tetapi akan memakan waktu setidaknya satu tahun untuk menyelesaikannya. Negara tersebut harus masuk dalam daftar undangan ke lebih banyak pertemuan iklim resmi PBB, termasuk pembicaraan pertengahan tahun di Bonn.
“Apa yang akan mereka katakan di acara tersebut atau bahkan apakah mereka akan hadir masih belum jelas. Ada kekhawatiran yang diungkapkan dalam Dialog Iklim Petersberg tahun ini, pertemuan tahunan besar pertama bagi para diplomat iklim, bahwa AS dapat menjadi pengganggu di COP November ini. AS secara khusus tidak hadir di acara yang diadakan di Berlin tersebut,” ucapnya.
Saat wakil-wakil Amerika Serikat tampil di pentas multilateral, pandangan dukungan terhadap bahanbakar fosil kurang disambut positif oleh berbagai negara yang percaya bahwa peralihan ke energi bersih adalah hal yang tak bisa dielakkkan.
Dia mencontohkan pertemuan puncak energi minggu lalu yang diselenggarakan oleh Badan Energi Internasional dan pemerintah Inggris di London. Pidato pejabat Trump mengkritik kebijakan iklim dengan mengatakan bahwa kebijakan tersebut membahayakan kehidupan manusia. Pandangan tersebutg secara langsung bertentangan dengan konsensus ilmiah.
Pemimpin dari wilayah-wilayah berlimpah sumber daya dan daerah-daerah lain mengungkapkan komitmennya terhadap pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan melalui pidatonya pada konferensi tingkat atas itu.
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyuarakan tekad untuk menjadikan Inggris menjadi pemain utama di bidang energi terbarukan.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan bahwa perkembangan ekonomi di masa mendatang akan sangat dipengaruhi oleh sumber daya energi terbarukan dalam negeri yang ramah lingkungan.
Direktur Eksekutif Strategic Perspectives Linda Kalcher menuturkan pertemuan secara virtual sejumlah negara tanpa AS menunjukkan keterasingan AS di panggung global dengan upayanya untuk membalikkan keadaan transisi energi.
Dalam panggilan telepon dengan para pemimpin pekan lalu, Presiden Xi Jinping juga mengatakan bahwa China dengan tegas berada di jalur nol emisi.
“Terlepas dari perubahan dalam lanskap internasional, upaya Tiongkok untuk memerangi perubahan iklim tidak akan melambat. Dorongannya untuk kerja sama internasional tidak akan melemah, dan komitmennya untuk membangun komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia tidak akan berhenti,” tutur Xi.
Share this content: